Hidup tak selalu menyenangkan, tak seperti apa yang kita inginkan. Kadang ujian terus menghampiri kita ntah kapan kita ketahui awal dan akhirnya. Memang itulah kehidupanku selama ini, penuh ujian dan cobaan. Aku terlahir cacat dengan luka dan batasan kemampuan. Hitam kumuh itulah ciriku, sampai-sampai orang mengejekku dengan julukan si manusia abu.
Namaku Ira, katanya aku terlahir dari orang kaya dan orang bangsawan. Dulu saat ku lahir aku dibuang oleh ayah dan ibuku di salah satu kali di Jakarta. Aku ditemukan oleh bapak-bapak pemulung barang bekas dan sampai saat ini aku dibesarkan olehnya dan semua tentangku diceritakannya pada saat itu.
Aku terlahir dengan jutaan masalah dan problema kehidupan. Sering sekali teman-teman sebayaku mengejekku hingga menceberi aku di sungai karena aku dituduh membuat masalah baginya. Tak ada yang spesial dari hidupku, kaki pincang sebelah sehingga aku berjalan menggunakan alat bantu. Bibir ku sumbing sehingga gigi pun terlihat jelas. Dengan semua kekurangan itu tidak membuat hidupku menjadi selalu suram dan gelap. Setiap sehabis shalat aku hibur diri ini dengan membaca lantunan ayat suci Alquran, memang kata ayah suara ku saat membaca Alquran sangatlah merdu dan tidak hanya ayah yang bilang seperti itu, ustadz di masjid ku pun mengatakan demikian dan semua tajwid yang kubacakan rata-rata benar semua.
Kendatipun aku sekolah tak menutup keinginanku untuk membantu ayah dan ibu mencari uang. yahh.. setiap sorenya atau sehabis pulang sekolah aku mulai bergegas mengeliling kampung tuk menawarkan jajanan kampung buatan ibuku. Ibuku pembuat kue basah, jajanan kampung yang bisa dibilang sangat enak. Ia membuatnya dengan penuh cinta dan kasih sayang agar kue tersebut bisa dinikmati semua kalangan, tidak hanya rakyat miskin saja namun orang bangsawan pun bisa menikmatinya.
Oh ya, orang tuaku tak mempunyai satupun anak, ia hanya memiliki aku saja dan telah menganggap aku sebagai anaknya walaupun dengan kondisi seperti ini ia tetap menyayangiku dengan tulus dan ikhlas.
Waktu terus berganti hingga akupun menginjak masa SMA. Selama ini aku tak pernah membayar uang sekolah sendiri karena semua itu merupakan hasil beasiswa atas prestasiku dan juga adanya subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk orang-orang seperti diriku ini. Jikalau hal itu tak ada, mungkin saja aku takkan pernah menyicip bagaimana nikmatnya duduk dibangku sekolah.
Saat aku duduk dibangku kelas 3, dimana semua siswa pada sibuk untuk memikirkan kemana kelanjutan pendidikannya aku hanya merenung dan menganggap bahwa hanya cukup sampai disini pendidikanku. Tak ada harapan dan angan-angan untuk melanjutkan perkuliahan ke berbagai universitas mengingat status ekonomi keluarga kami tak mendukung. Disuatu hari daerah kami sedang mengadakan perlombaan Tahsin Qur'an, lantas semua guru tahu bahwa bacaanku sangatlah merdu maka merekapun menunjuk aku menjadi perwakilan sekolah.
Hari itu telah tiba dan aku pun mengaji dengan khusyuknya. Dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati kubaca lantunan ayat demi ayat dengan semerdu mungkin serta tak lepas dari kaidah hukum tajwidnya hingga kuakhiri bacaan itu sambil meneteskan air mata. Perlombaan telah usai dan aku pun pulang dengan penuh keyakinan bahwa semua itu ada ditangan Ilahi, aku tak pernah memikirkan menang atau kalah, yang kupikirkan ialah telah puas atau belumnya orang-orang yang telah mendukungku sampai saat ini.
Seperti biasa kujalini kehidupan ini dengan penuh senyuman, kadangkala banyak orang yang sangat iri dan dengki terhadapku hingga kuberpikir apa yang mereka iri kan dari ku? pikirku dalam hati. Hari terus berjalan hingga pengumuman pun terbit. Begitu senangnya diriku dan semua guru melihat ada namuku yang tertera didalam kertas pengumuman itu. Yang membuat ku lebih senangnya lagi yaitu aku mewakili provinsi tuk lomba se-tingkat nasional yang akan diselenggarakan di Aceh.
Banyak dukungan moril hingga materil pun kudapatkan dari orang-orang terdekat. Sampai juga akhirnya aku di Aceh dan akhirnya pengumuman juara 1 Tahsin Qur;an nasional kudapatkan.
Kupulang dengan berita bahagia dan paling bahagianya dari hadiah itu ialah beasiswa kuliah gratis di negeri seberang, Turki. Kukabarkan berita itu pada ayah dan ibu dan betap bahagianya ketika ku lihat wajah senyum di kerutan mukanya. Aku tak tahu apa yang kuucapkan pada sang Ilahi, mungkin inilah rahasia-Nya yang tak akan bisa kita tebak. Sesuatu yang kita pikir mustahil mungkin akan terjadi karena "Kun Fayakun". Beberapa hari setelah ujian nasional dan menyelesaikan semua urusanku di SMA aku pun mulai berangkat ke negeri yang penuh inspirasi dari pejuang-pejuangnya. Dengan penuh semangat dan opitimis Aku katakan, "Aku pasti bisa lulus dan menikmati indahnya Surga Di Negeri Seberang."
Inilah kisah inspiratif dari hidupku yang penuh dengan teka-teki sang Ilahi.


No comments:
Post a Comment