Hai Adinda, Tunggu Aku Ke Rumah Ayahmu - Teman Pena

"MENJADI MANUSIA YANG BERGUNA ANTAR SESAMA DAN MATI DALAM KHUSNUL KHATIMAH"

Penulis itu

  • Muda
  • Kreatif
  • Berwawasan
  • Amazing!

Hot

Post Top Ad

Your Ad Spot

Saturday, May 28, 2016

Hai Adinda, Tunggu Aku Ke Rumah Ayahmu

      




           Hidup ini terasa singkat sekali, kadang baru tadi subuh ku bangun dan tak terasa adzan isya pun telah berkumandang. Sekarang aku sudah mahasiswa, menjadi seorang lelaki yang dituntut harus mandiri dalam hidupnya. Hidup bersama kawan-kawan di kosan tak membuatku merasa terjatuh di kelamnya dunia ini.
           Aku sekarang berada di sebuah sekolah instansi pemerintah yang isnyaallah setelah lulus akan diangkat langsung sebagai salah satu pengabdi negara. Memang sungguh sulit ketika masuk dalam pendidikan ini. Banyak sekali Filtrennya dari ujian tertulis hingga fisikpun dijalanin. Yaahhh, tapi sebanding dengan apa yang akan kita petik hasilnya nanti, tak perlu menunggu lagi, bahkan tak perlu melamar pekerjaan kesana kesini.
           Ketika aku telah menjalani kehidupan sebagai mahawasiswa disini, ada satu hal yang membuatku semangat sampai saat ini selain dari pemberian semangat orang tua dan keluarga. Ialah seorang wanita yang begitu baik dalam tutur katanya, begitu sopan dalam berpakaiannya dan begitu anggunnya ketika ia mengenakan mukenah putihnya. Dialah wanita yang kucari selama ini, tak berlebihan dan sangat berbeda dari wanita-wanita zaman sekarang.
           Saat aku berkenalannya dengannya, seperti ada hal yang berbeda, sangat berbeda ntah berbeda dari segi mananya, akupun tak tahu.
           Jalannya hari seperti angin berhembus kencang dari ufuk timur ke ufuk barat. Tak kurasa sekarang telah berada diakhir-akhir pejuangan kami. Aku dan Dia semakin hari semakin dekat, bukan dekat layaknya sepasang kekasih, namun kami dekat hanya sebatas tali pertemanan. Aku sudah banyak mengenalnya, sebaliknya mungkin juga dia sudah bayak mengenalku.
           Jujur saja, sebenarnya aku adalah orang yang sangat pemalu, jarang mengobrol dan apalagi mengobrol dengan perempuan, jujur aku sangat malu. Namun seiring waktu membawaku kedalam emosional kedewasaan, dimana kedewasaanku muncul, dimana juga aku pun sering tertawa dan berbincang dengan perempuan.
          Oh ya, sebelumnya aku lupa memperkenalkan diri, namaku Taufik yang berasal dari negeri terciptanya awan pertama kali didunia ini, yakni di "Bengkulu". Lanjut ceritanya, mengenai dia aku sangat kagum, bukan saja dari keelokan fisiknya, namun juga keelokan otaknya. Di kelas ia sangat pintar, jenius namun sedikit pelit kalo dimintakin contekan. Hehehe.. yah, dimana-mana kalo orang pintar mungkin kayak gitu semua ya. Tapi tak apa, mungkin dia gak ingin membuat temannya terjerumus kedalam kebodohan yang fanna karena menyontek sama halnya dengan mencuri, mencuri hasil fikiran orang lain dan tak bisa mengembangkan wawasan dan kreativitas dari orang tersebut.
          Pada hari yang kunantikan pun tiba dimana aku akan menyatakan rasa cintaku kepadanya. Kuajak dia ke sebuah tempat asri nan indah, diatas jembatan yang penuh dengan pesona kukatakan kepadanya. "Wahai adinda, sejujurnya aku ini bukan siapa-siapa dan bukan juga untuk dikenal menjadi orang yang siapa-siapa. Aku adalah orang biasa yang tak luput dari salah dan dosa, tak luput juga dari mencari dan mengejar duniawi. Jujur, dari pertama ku kenalmu, dan mengenalmu lebih jauh aku merasa ada hal yang beda dari hidupku selama ini. Sekarang aku banyak sekali memikirkanmu adinda, mengenangmu dan membayangkanmu ketika ku hendak tidur. Langsung saja sekarang, Aku sangat mencintaimu adinda, apakah kau juga merasakan hal yang sama?".
          Mendengarkan ucapanku itu, kulihat ekspresi wajahnya yang sangat terkejut. Memang, jika ku tebak pasti dia belum pernah merasakan seperti ini, aku yakin itu. Tak butuh waktu lama ia pun menajawab, "Hai kakanda, bukannya aku tak mencintaimu, tapi aku tak mau kita pacaran, atau apapun itu. Aku tak mau menejerumusmu dalam dosa yang berlebih karena kau memacariku. Aku juga tak mau mengecewakan ayah dan bunda ku akan perjuangnku saat ini. Kau pasti paham apa yang ku maksud bukan? Aku percaya kau laki-laki yang baik dan juga soleh, namun sekarang aku tak mau pacaran atau membuat ikatan lebih terhadap seorang laki-laki termaksud kamu kakanda."
         "Hm.... MasyaAllah, sungguh mulia sekali hati dan akidahmu adinda. Ngomong-ngomong tadi aku mengatakan kita pacaran gitu?? Yahh nggak lah adinda, aku tahu sifatmu dan akupun juga tahu akhlakmu. Aku katakan ini agar kau tahu betapa besarnya cintamu ini kepadamu, hanya itu. Dan Aku minta kepadamu Hai adinda, katakan pada ayahmu bahwa Tunggu Aku Ke Rumah Ayahmu. Aku janji dengan Allah dan Rasulullah serta Al-Qur'an sebagai imamku, Aku Akan mengucapkan kata itu yang kedua didepan ayah bundamu nanti.".
         Mendengar hal itu, diapun tersimpu malu, kulihat pipinya memerah dan kulihat ia sedang menundukkan kepalanya agar aku tidak melihat wajahnya itu. Temannya yang kami ajak mendengar semua ucapan kami, dan ia pun memberikan selamat kepadaku.
         Jam terus berganti dan hari pun sepertinya ingin beranjak malam, langsung saja kami bergegas pulang dan berangkat meninggalkan tempat yang penuh kenangan nantinya. Kan kuceritakan ini pada anak-anakku nanti bahwa Ayah dulu menembak ibumu diatas jembatan yang dibawahnya danau dengan ikan-ikan disana sebagai saksinya atas ketulusan Ayahmu mencintai Ibumu sampai Akhir hayat.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Your Ad Spot